Jumat, 19 April 2013

deMONSTERasi



Hari ini terjadi lagi demonstrasi.  seorang teman mengeluhkan demonstrasi membuat jalanan macet, menghambat dan merugikan pengguna jalan. saya setuju. kerugian yang dialami memang tidak nampak dimata demonstran, hanya nyata didompet pengguna jalan. sudahkah ada penelitian yang membahas berapa kerugian yang ditimbulkan ?
kemacetan hanyalah salah satu dampak dari demonstrasi yang membuat isi dompet yang memang pas-pasan menjadi semakin kempes. semakin lama kendaraan bermotor dijalanan akan semakin membuang percuma bahan bakar, menguapkan uang. belum lagi dampak lain, misalnya polusi. semakin lama kendaraan bermotor dijalanan, maka akan semakin banyak menghasilkan karbondioksida yang meracuni sistem pernapasan. belum terhitung polusi akibat ban bekas yang dibakar. buat apa ? cari perhatian ? kalau memang merasa tidak diperhatikan dan didukung oleh masyarakat lalu masyarakat yang mana yang disuarakan aspirasinya ? apa syarat dan kondisi sebuah demonstrasi betul-betul menjadi sarana menyuarakan aspirasi ? bukankah gedung DPR punya ruang aspirasi ? kenapa mesti dijalanan? kenapa mesti bakar ban bekas ?  memang perlu banyak tanda tanya untuk menegaskan ketidaksetujuan masyarakat dengan hal ini.
dilain perspektif, demonstrasi “katanya” menyuarakan aspirasi masyarakat, sebegitu bisunyakah masyarakat kita sampai tak lagi bisa bersuara sendiri ? kemana telinga para pemerintah dan politisi ? saya yakin ditengah ketidakmenentuan sistem politik dan hukum kita, masih ada pemerintah yang mau mendengar. memang demonstrasi adalah salah satu ciri berdemokrasi, tetapi fakta-fakta baru menunjukkan bahwa demonstrasi mahasiswa ataupun golongan lain bisa jadi merupakan demonstrasi bayaran. lalu demokrasi model apa yang akan kita pakai sebagai demokrasi ala Indonesia ? jika seperti ini keadaannya maka demonstrasi hanya menjadi alat pencipta monster.
oleh karena itu, sebaiknya kita memikirkan dan merumuskan ulang definisi, model, dan syarat demonstrasi, sehingga tercipta demonstrasi yang apik, kreatif, dan santun. semua elemen masyarakat akan suka, mendukung dan bahkan ikut serta dalam demonstrasi – hal ini berlaku bukan untuk demonstrasi bayaran - sebagai penyulut perubahan bangsa ke arah yang lebih baik.
yang tidak mau memikirkannya, sudahlah. toh akan tetap menjadi orang, tanpa menjadi manusia.

ale ahmad
Makassar 07 april 2012

Rabu, 08 Agustus 2012

kepada pemilik hati di ranting pohon yang meranggas, lain benua.


aku baru saja tersadar ternyata pelukan kita menjadi jauh.
di ranting pohon meranggas yang kau kirim ke hatiku, saat malam yang menindih kepalaku dengan rintik hujan, mendadak kau bisu. entah karena jarak atau jejak.

aku berharap kau pulang menaiki kereta yang dipenuhi aroma tubuh orang lain dan bercerita di hadapanku : ingatanmu tentang somba opu. masihkah ia diam di pelupukmu ?

saat sua menemukan kita di peron, menunggu kereta yang lelah mengangkut sepi, sekedar basa-basi kutanyakan : adakah kartini di Holland ? atau dia berubah jadi Ratu ?
sungguh kuharap sua itu berlanjut cerita. sebuah basa-basi mungkin. mungkin lidah terlalu ngilu untuk bercerita kisahmu disana, atau jiwaku yang terlanjur besar di kampung.

aku adalah laki-laki yang mengenang gerimis di kaki losari. gerimis yang didalamnya ku titip pesan. untukmu.
semoga losari yang ku maksud adalah yang berujung di garis pantai benua yang kau diami. sekali waktu, carilah gerimis yang kukirimkan itu. tandanya dihiasi pelangi.


kepada pemilik hati di ranting pohon yang meranggas, lain benua.
Makassar, 25 Januari 2010.

aroma mu, tiba-tiba


dan sepi yang menggenang di sudut mataku membanjir di tengah kota.
membisiki jiwa yang tiba-tiba sunyi untuk ikut basah.
kau terlihat merendam kepala di sela - sela bangunan tua. hatimu ikut basah.

bahwa sepiku itu merusak siri'mu. aku tak peduli. tak pernah.

sejenak menutup mata, kita telah saling melupakan, dan lelahku yang memaksa untuk mencari-cari aroma tubuhmu : mungkin ada di selokan, mungkin tersangkut di ranting pohon, mungkin nihil.
tak apa, setidaknya saat sepi lain mengepung arahku, kau bisa tiba-tiba ku baui.
mungkin bau tanah, mungkin bau anyir darah, mungkin jua kudapati aroma tubuhmu.
bau yang melekat di bibirku,
setelah riuhku perkosa seluruh sunyimu.



aromamu, tiba-tiba.
makassar, 28 januari 2010.

terjemahanmu


4/4 ; G = do ; andante.

sajak ini sengaja ku sisipi partitur.

kau bisa nyanyikan setelah aku pergi.
saat kau bernyanyi, laut akan mengirimi air yang membasahi pundakku, beraroma kamu,
tapi sajak ini tetap tak bercerita laut.

laut hanya kugunakan sebagai pemisah antara kenyataan dan harapan.

kenapa kau belum bernyanyi ?
setidaknya belajarlah membaca sajak ini.
kau pasti tiba -tiba bisa bernyanyi,
karena sajak ini sebenarnya bercerita terjemahanmu.

terjemahanmu
makassar, 27 januari 2010

bekas luka kita dan sisa makan malam ini.


terlalu luka yang bisa buat kau mogok makan itu, kuanggap sisa kekanakanmu yang belum tuntas.

kita masih di depan sisa makan malam ini, piringnya belum sempat kucuci.
aku akan berangkat sebentar lagi, pagi sekali.
setelah kembali akan segera kucuci, mungkin tiga atau lima tahun lagi.
kalau kau tak lagi bisa menunggu, titip saja senyummu di depan pintu.
melihatnya, aku pasti mengingatmu, dan hilangmu setelah ini tak lagi kupeduli.



bekas luka kita dan sisa makan malam ini.
makassar, 27 januari 2010

gigil buat kesadaranku.


malam ini aku telat pulang, bercakap dengan teman karib lalu bermain gitar sampai jari-jariku terinfeksi lepra.
inilah duniaku, gila.
malam sudah terlalu larut,
dan kita harus segera pulang pada realita yang sejenak kita tinggalkan untuk mengintip duniamu, duniaku.

gerah, aku mau mandi, saat kulihat shampoo dan sabun cair pemberianmu. melihatnya aku menggigil tiga kali :
satu kali buat sikapmu,
satu kali buat prinsipmu,
dan terakhir buat kesadaranku yang ternyata mencintaimu.



gigil buat kesadaranku.
makassar, 25 januari 2010

kupu - kupu pagi, siang, sore, malam.


senja ini kugunakan untuk menggambar kemaluanmu di dinding belakang pintu kamar, aku terbahak dan cekikikan sendiri.
mungkin gambarku terlalu besar atau bahkan terlalu kecil dari ukuran kemaluanmu yang sebenarnya, untuk dilalui ribuan hidung yang katanya warna belang.

aku lalu kerumahmu, minta izin sekali lagi melihat kemaluanmu, kau dengan senang hati membuka rok : "bonusnya ada di atas ulu hati", katamu.

kita tertawa, tanpa malu.



kupu - kupu pagi, siang, sore, malam.
makassar, 25 januari 2010