dia :
pada sunyi
dihempaskannya teriak yang lalu menyibak sepi dan menjadikannya berontak ! pada
sepi pula rohaninya menyembah, seakan ragu dengan keberadaan dunia, dan seperti
tidak percaya dengan suara derap langkah dan derit kaki yang diseret tergesa untuk
segera bercengkrama dengan Tuhan.
dengan gesit dibangunnya kerajaan resah di rimbunan
semak penantian, menanti saat bertemu dengan tuhannya.
ucapku :
“biarlah relung-relung sunyi ini pecah menjadi tawa yang sebagian ingin memeluk jasadnya
yang layu, sebagian ingin mempermainkan kedudukannya dalam hierarki hidup,
sebagian lagi sibuk mencari cerah dalam kegelapan durjana.
walau sebenarnya relung-relung sunyi ini sekenanya akan dipersembahkan pada kesenyapan pegunungan,
yang dihiasi semilir lembut angin topan dan sapaan halus angin puyuh”.
sejenak setelah relung sunyi pecah, timbul gelombang asa pekat yang bergemuruh di dinding
gunung batu. sementara setelah sunyi
merekah, ada duka tercipta pada wajah kalbu.
tapi sunyi
tetaplah sunyi !!!
aku tidak mengerti sampai pada saat waktu menampar
hati insafkan diri untuk kembali pada cinta yang dulu, utuh dan tanpa rasa
wajar.
kini, sunyi
kembali menjadi tawa, mengepung diri dari seluruh penjuru hati,
adakah hati kembali ke cinta yang dulu ?
-
tapi tetap saja ego menjadi raja -
akhirnya,
disini,
sendiri,
tanpa belaian kasih,
tanpa sentuhan rindu,
dan tanpa peduli sepi yang kau ciptakan
kutangkis kembali semua pukulan-pukulan sunyi.
cerita
tentang sunyi.
makassar, 10 desember 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar